Label

Kamis, 04 Desember 2014

Akad Mudharabah


MODEL APLIKASI AKAD MUDHARABAH DALAM
PRAKTEK BISNIS SYARIAH
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Pengantar Ekonomi Syariah
Dosen Pengampu : Choirul Huda, M,Ag.
index.jpg
Oleh :
Dian Isti Fambudi
132311080


FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2014


I.              PENDAHULUAN
Mudharabah merupakan pembahasan yang banyak dibahas dalam Kitab Fiqh Klasik. Wacana mengenai Mudharabah menjadi semakin dikenal oleh masyarakat luas seiring perkembangan dari perbankan syari’ah. Dalam lembaga perbankan syari’ah sendiri, Mudharabah menjadi salah satu kunci dalam kajian yang akan lebih komprehensif mengenai perbankan syari’ah. Mudharabah dalam artian lain disebut dengan sistem bagi hasil sebagai solusi terbaru dari sistem bunga bank (riba) dalam perbankan konvensional.
Akad Mudharabah dalam bisnis (perbankan syari’ah) memiliki nilai yang luhur yang memiliki wujud keadilan dalam suatu usaha ekonomi. Oleh karena itu penulis makalah ini akan membahas secara lebih terperinci mengenai seperti apa akad Mudharabah, bagaimana rukunnya, seperti apakah prakteknya dalam kehidupan masyarakat dsb.



II.           RUMUSAN MASALAH
1.      Apa pengertian Akad Mudharabah ?
2.      Apa Rukun dan Syarat sahnya Akad Mudharabah ?
3.      Bagaimana Kesepakatan Akad Mudharabah dalam Bisnis Syariah?
4.      Bagaimana menjaga Sistem Akad Mudharabah dari Kecurangan dan Syubhat ?
5.      Apa Landasan Akad Mudharabah ?
6.       Bagaimana Aplikasi Akad Mudharabah dalam Kehidupan Masyarakat ?
7.      Bagaiman Akad Mudharabah dalam Bisnis Bank Syari’ah ?









III.        PEMBAHASAN
A.       Pengertian Akad Mudharabah
Akad dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah janji, perjanjian, atau kontrak.[1] Akad secara bahasa adalah ikat mengikat. Dikatakan ikatan (al rabth). Menurut kesepakatan Ahli Hukum Islam (Jumhur Ulama ) mendefinisikan akad adalah suatu perikatan antara Ijab dan Qobul. Bentuk dalam akad sendiri ada akad yang bernama Mudharabah.
Mudharabah dari segi etimologi (bahasa) Mudharabah adalah suatu perumpamaan (ibarat) seseorang yang memberikan (menyerahkan) harta benda (modal) kepada orang lain agar di gunakan perdagangan yang menghasilkan keuntungan bersama dengan syarat-syarat tertentu dan jika rugi, maka kerugian di tanggung pemilik modal [2] atau akad antara kedua belah pihak untuk salah seorangnya (salah satu pihak) mengeluarkan sejumlah uang kepada pihak lainnya untuk diperdagangkan. Dan labanya dibagi dua sesuai dengan kesepakatan.
·         Pengertian Akad Mudharabah menurut:
1.      Madzhab Hanafi
Suatu perjanjian untuk bersero di dalam keuntungan dengan capital (modal) dari salah satu pihak dan skill (keahlian) dari pihak yang lain.
2.      Madzhab Maliki
Penyerahan uang di muka oleh pemilik modal dalam jumlah yang ditentukan kepada seseorang yang akan menjalani usaha dengan uang tersebut dengan imbalan dari sebagian keuntungannya.
3.      Madzhab Syafi’i
Pemilik modal menyerahkan sejumlah uang kepada pengusaha untuk di jalankan dalam suatu usaha dagang dengan keuntungan menjadi milik bersama.

4.      Madzab Hambali
Penyerahan suatu barang atau sejenisnya dalam jumlah yang jelas dan tertentu kepasa orang yang mengusahakannya dengan mendapatkan sebagian tertentu dari keuntungannya.

B.     Rukun dan Syarat sahnya Akad Mudharabah
·         Rukun Mudharabah
Al Mudharabah seperti usaha pengelolaan usaha lainnya yang memiliki tiga rukun:
1.    Dua Pihak yang melakukan Akad
Kedua pihak ini adalah investor dan pengelola modal. Keduanya disyaratkan memiliki kompetensi beraktivitas. Yaitu orang yang tidak dalam keadaan bangkrut terlilit utang. Orang yang gila, orang yang bangkrut terlilit utang, orang idiot, semuanya tidak boleh melakukan transaksi ini. Tidak ada larangan melakukan akad atau kerja sama dengan orang yang non muslim. Dengan syarat orang non muslim tersebut dapat dipercaya dan keduanya menghindari yang namanya riba.[3]

2.    Objek Akad
Objek akad dalam kerja sama bagi hasil ini tidak lain adalah modal, jenis usaha, dan keuntungan.
a.       Modal
Dalam modal harus disyaratkan harus merupakan alat tukar misalnya, uang, emas, perak. Penanaman modal dalam hal ini tidak boleh dilakukan menggunakan barang, kecuali bila disepakati untuk menetapkan nilai harganya dengan uang. Sehingga itulah yang menjadi modal yang digunakan untuk memulai usaha.
b.      Jenis Usaha
Asal dari usaha dalam bisnis bagi hasil (penanaman modal) adalah di bidang perniagaan atau bidang terait lainnya. Jenis usaha dalam islam tidak boleh menjual barang-barang haram berdasarkan kesepakatan ulama, seperti jual beli bangkai, darah, daging babi, dan minuman keras.[4]
c.       Hukum-hukum Laba (Keuntungan)
Keuntungan dalam sistem penanaman modal (bagi hasil) adalah hendaknya diketahui secara jelas. Hendaknya dalam transaksi ditegaskan prosentase tertentu bagi investor dan pengelola modal. [5] Beberapa kode etik sehubungan dengan keuntungan.
§  Berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak;
§  Keuntungan usaha juga sebagai cadangan modal usaha;
§  Pengelola hanya dapat mengambil keuntungan melalui pembagian;
§  Boleh dilakukan pembagian keuntungan awal, namun nantinya dihitung pada perhitungan akhir.[6]

3.    Pelafalan perjanjian (ijab dan qobul) atau offer and acceptence.
Shighat akad (transaksi), yaitu adanya ijab dan qobul. Pelafalan ini dapat dilakukan dengan segala cara yang dapat mengindikasikan ke arah terlaksananya perjanjian, baik berupa ucapan tindakan. [7]








·         Syarat sahnya Akad Mudharabah
Syarat sah akad mudharabah memiliki kaitan dengan aqini atau dua orang yang akan berakad yaitu mendapatkan modal dan laba.[8]
1.        Syarat Aqidani
Di syaratkan bagi orang yang akan melakukan akad, yaitu pemilik modal dan pengusaha adalah ahli yang mewakilkan atau menjadi wakil. Karena mudrib mengusahakan harta pemilik modal yaitu menjadi wakil.
2.        Syarat Modal
Modal harus berupa uang, modal harus diketahui dengan jelas dan memiliki ukuran, modal harus ada. Modal harus diberikan kepada pengusaha.
3.        Syarat-syarat Laba
Laba harus memiliki ukuran dan laba harus berupa bagian yang umum.

C.    Kesepakatan Kontrak Mudharabah dalam Bisnis Bank Syariah
Sebagi sebuah kerja sama yang mempertemukan dua belah pihak yang berbeda dengan tujuan yang sama. Kerja sama ini memerlukan beberapa kesepakatan berupa ketentuan yang meliputi aturan yang telah dirumuskan dan di spakati oleh kedua belah pihak yang menjadi patokan hukum untuk berjalannya kegiatan mudharabah tersebut. Hal yang disepakati antara lain:[9]
1.    Manajeman;
2.    Tenggang Waktu (Duration);
3.    Jaminan (Dhiman).





D.    Menjaga Sistem Mudharabah dari Kecurangan dan Syubhat
Sistem mudharabah harus dijaga dari kecurangan dan syubhat. Caranya dengan :
1.      Menjelaskan segala hal yang bila dijelaskan memang bisa mempengaruhi minat dan keinginan pihak pembeli. Contohnya seperti cacat yang terjadi selama berada ditangan penjual, atau kelebihan barang karena barang tersebut milik pribadi penjual, atau barang tersebut dapat dibayar secara tertunda, karena itu juga mempengaruhi harga dari suatu barang, atau barang tersebut sudah lama dipasaran, bila terdapat cacat dapat di tolerir.
2.      Kalau terbukti adanya kecurangan dalam jual-beli dengan harga misalnya dalam label dalam kualitas barang yang dijual, pembeli memiliki hak pilih antara meneruskan transaksi atau membatalkannya.
3.      Adapun berkaitan dengan harga yang ditinggikan, pembeli harus diberi tahu dan kelebihan harganya harus segera dikurangi.


E.     Landasan Akad Mudharabah
Secara umum landasan dari Akad Mudharabah adalah lebih menganjurkan untuk melakukan sebuah usaha. Hal ini nampak dari ayat-ayat sebagai berikut:
a.       Al-Hadits
Rasulullah SAW bersabda:
روى  ابن عباس رضي الله عنهما أنه قال : كان سيدنا العباس بن عبدالمطلب  اذا دفع المال مضار بة  اشتر ط على صا حبه أن لا يسلك به بحرا ولا ينز ل به و اد يا و لا يشتر ى به دابة ذ ات  كبد رطبة  فاءن فعل ذ الك ضمن فبلغ شرطه رسو ل  الله صلى عليه  و سلم فأ جازه . (رواه الطبر اني(

Artinya :
 “ Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Sayyidina Abbas bin Abdul Muthallib, jika memberikan dana ke mitra usahanya secara mudharabah, maka ia mensyaratkan agar dananya tidak di bawah mengarungi lautan, menuruni lembah yang berbahaya atau membeli ternak. Jika menyalahi peraturan tersebut, maka yang bersangkutan bertanggung jawab atas dana tersebut. Disampaikanlah syarat-syarat tersebut kepada Rasulullah SAW dan Rasulullah pun membolehkannya”. (H.R. Thabrani).[10]
b.      Al-Qur’an
للفقراء الذين أحصروا في سبيل الله لا يستطيعون ضربا في الأرض
  (البقرة  : 273 )
Artinya :
 “(Berinfaklah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah; mereka tidak dapat (berusaha) di muka bumi” (Q.S. Al-Baqarah : 273).
Menurut Ibnu Katsir, maksud ayat di atas adalah berjalan untuk berdagang dalam mencari penghidupan. Selain itu, Abu Bakr Jabir Al-Jazaa’iri juga berpendapat bahwa berjalan di bumi untuk mencari rezki dengan berdagang dan lainnya, berjalan di bumi untuk mengepung (memblokade) musuh orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah.[11]

c.       Qiyas
Mudharabah diqiyaskan kepada al-musaqah (menyuruh seseorang untuk mengelola kebun). Selain di antara manusia, ada yang miskin dan ada yang kaya. Di satu sisi, banyak orang kaya yang tidak dapat mengusahakan hartanya. Di sisi lain, tidak sedikit orang miskin yang mau bekerja, tetapi tidak memiliki modal. Dengan demikian, adanya mudharabah ditujukan antara lain untuk memenuhi kebutuhan keduanya golongan diatas, yakni untuk kemaslahatan manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan mereka.[12]


F.     Aplikasi Akad Mudharabah dalam Bisnis Syariah di Masyarakat
Dalam contoh aplikasi akad mudharabah saya mengambil contoh Toko Hafidz.
Gambar pertama:[13]

Gambar kedua:
Bisnis Toko Hafidz ini pertama kali dirintis atau dibuat tahun 2008, toko ini dinamakan Hafidz karena mengambil dari nama anak pertamanya. Toko ini terletak di daerah Kendal, Cepiring, Desa Rejosari Rt/Rw 05/ 02 Dalam bisnis permulaan bisnis toko ini masih sangat kecil, saya mengkatagorikan Toko Hafidz ini menggunakan Akad Mudharabah walaupun si pemilik tidak mengetahui apa yang dinamakan akad mudharabah yaitu penyerahan sejumlah uang atau modal tertentu dari seseorang  (shahibu al-maal) kepada orang lain (mudharib) agar uang tersebut dapat dikelola dan jika ada keuntungan akan dibagi sesuai dengan yang telah disepakati sebelumnya, yang dikenal hanya istilah bagi hasil.
Toko Hafidz ini menggunakan konsep dasar dalam akad mudharabah yaitu hanya mengikat perorang, yaitu orang pertama sebagai pemilik modal menyerahkan hartanya kepada (pengusaha) dengan bagi hasil yang telah disepakati jika terjadi kerugian harus ditanggung bersama dengan pembagian, kerugian modal ditanggung oleh pihak pemberi modal dan kerugian tenaga dan waktu ditanggung oleh pengelola. Dalam bisnisnya Toko Hafidz transaksi dilaksanakan dalam satu majelis atau satu tempat dimana penjual dan pembeli bertemu langsung dengan pihak penjual.
Dalam prakteknya jual-beli yang dilakukan di Toko Hafidz ini pengambilan keuntungannya melalui Al-Musawwamah, jual-beli biasa dimana penjual memasang harga tanpa memberitahu si pembeli tentang berapa margin yang diambilnya. Di Toko Hafidz ini antara pemberi modal dan yang mengelola masih memiliki hubungan keluarga dan sangat mengutamakan kejujuran antar dua pihak yang bersangkutan dan menggutamakan sikap saling percaya.
Toko ini tidak menggunakan unsur riba karena memiliki alasan tersendiri salah satunya adalah pemilik beragama Islam dan menjunjung tinggi nilai Islam yang dipraktekan dalam kehidupannya termasuk yang berkaitan dengan bisnis jual belinya yang tidak praktekan riba.
Toko Hafidz ini melakukan prinsip al-wadiah[14] yang artiya prinsip simpanan, yaitu perjanjian antara pemilik barang (termasuk uang), dimana pihak penyimpan bersedia menyimpan dan menjaga keselamatan barang yang dititipkan kepadanya. Nisbah keuntungan atau proporsi pembagian keunntungan dari hasil aktivitas mudharabah Toko ini adalah 40 % : 60%.

F.     Akad Mudharabah dalam Bisnis Bank Syari’ah
Setelah saya melakukan pengamatan mengenai perbankan Syari’ah
Gambar:

·         Bank Syari’ah
Bank yang beroperasi dengan tidak mengandalkan operasionalisnya pada bunga. Bank Islam atau biasa disebut dengan Bank Tanpa Bunga, adalah lembaga keuangan/perbankan yang operasional dan produknya dikembangkan berlandasan pada al-Qur’an dan Hadits Nabi SAW. [15] dengan kata lain, Bank Syari’ah atau Bank Islam adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa yang dalam operasionalnya menggunakan prinsip syariat Islam.
                        Aksensi mudharabah dalam Bank Islam sebagai sebuah sistem adalah bahwa mudharabah menjadi pedoman umum bagi bank dalam melakukan berbagai transaksi produk perbankan. Dengan sistem ini bank akan membagi keuntungan dengan para pengguna jasanya dan para investornya. Pada posisi ini mudharabah secara tepat dipahami sebagai pengganti dari sistem bunga. Dalam sistem ini mudharabah dibagikan menjadi dua yaitu mudharabah yang bersifat tabungan dan mudharabah yang bersifat pembiayaan.
                        Mekanisme sebagai sebuah tabungan adalah bank menerima simpanan uang (modal) dari nasabah dengan prosedur tertentu untuk dijadikan modal bagi bank dalam melaksanakan usahanya. Dalam konteks ini penabung menjadi shahib al-maal (investor) sedangkan bank menjadi mudharib (enterpreneur).
Keuntungan yang diperoleh bank dibagi bersama berdasarkan kesepakatan bagi hasil yang telah ditentukan sebelumnya. Aplikasi mudharabah dalam perbankan syari’ah diwujudkan dalam bentuk:[16]
1.    Tabungan Berjangka.
Tabungan mudharabah ini disebut juga dengan deposito biasa. Tabungan ini dimaksudkan untuk tujuan-tujuan khusus, seperti tabungan haji, tabungan qurban dan lain sebagainya.
2.    Tabungan Khusus.
Tabngan ini secara khusus akan disalurkan untuk bisnis atau proyek tertentu, misalnya murabahah atau ijaroh.
Di dalam teori perbankan syariah juga memiliki kendala dalam melaksanakan sistem mudharabah hal ini terjadi karena beberapa alasan, di antaranya:
ü  Standar Moral[17]
Terdapat anggapan bahwa standar moral yang berkembangan di kebanyakan komunitas muslim tidak memberi kebebasan penguna bagi hasil sebagai mekanisme investasi. Hal ini berdasarkan argumentasi yang mendorong bank untuk melakukan pemantauan yang lebih.oleh karena itu bank-bank syariah memberikan pembiayaan bagi hasil setelah malakukan pemantauan terhadap usaha yang dijalankan.
Dalam prakteknya Bank Syari’ah di Indonesia yaitu Didalam Kebijakan Pemerintah Indonesia tentang perbankan Islam khususnya kebijakan yang di keluarkan Pemerintah pada periode 1998-1999 berdampak terjadinya perkembangan Lembaga Perbankan Islam yang cukup menggembirakan di Indonesia.
Walaupun di sadari bahwa perkembangan tersebut tidak semarak dengan apa yang terjadi di negara-negara lain seperti Malaysia. Hal tersebut di sebabkan :
1.        Rendahnya pengetahuan dan kesalahpahaman masyarakat mengenai Bank Islam;
2.        Terbatasnya jaringan kantor perbankan Islam;
3.        Kurangnya sumber daya manusia yang memiliki keahlian bidang perbankan Islam.


IV.        KESIMPULAN
1.         Pengertian Akad Mudharabah
Mudharabah dari segi etimologi (bahasa) Mudharabah adalah suatu perumpamaan (ibarat) seseorang yang memberikan (menyerahkan) harta benda (modal) kepada orang lain agar di gunakan perdagangan yang menghasilkan keuntungan bersama dengan syarat-syarat tertentu dan jika rugi, maka kerugian di tanggung pemilik modal [18] atau akad antara kedua belah pihak untuk salah seorangnya (salah satu pihak) mengeluarkan sejumlah uang kepada pihak lainnya untuk diperdagangkan.
2.         Rukun dan Syarat sahnya Akad Mudharabah
Ø  Rukun mudharabah:
·      Dua Pihak yang melakukan Akad;
·      Objek Akad (modal, jenis usaha, keuntungan);
·      Pelafalan perjanjian.
Ø  Syarat sahnya Akad Mudharabah
·      Syarat Aqidani;
·                     Syarat Modal;
·                     Syarat Laba.
3.         Kesepakatan Kontrak Mudharabah dalam Bisnis Syariah
a.                   Manajeman;
b.                  Tenggang Waktu (Duration);
c.                   Jaminan (Dhiman).
4.         Menjaga Sistem Mudharabah dari Kecurangan dan Syubhat
a.    Menjelaskan segala hal yang bila dijelaskan memang bisa mempengaruhi minat dan keinginan pihak pembeli;
b.    Kalau terbukti adanya kecurangan dalam jual-beli dengan harga;
c.       Adapun berkaitan dengan harga yang ditinggikan, pembeli harus diberi tahu dan kelebihan harganya harus segera dikurangi.
5.         Landasan Akad Mudharabah
a.       Al-Qur’an;
b.      Al-Hadits;
c.       Qiyas.
6.         Aplikasi Akad Mudharabah dalam Bisnis Syariah di Masyarakat
Toko Hafidz yang dalam prakteknya menggunakan Akad Mudharabah
7.         Akad Mudharabah dalam Bisnis Bank Syari’ah
·                     Bank Syari’ah
Bank yang beroperasi dengan tidak mengandalkan operasionalisnya pada bunga. Bank Islam atau biasa disebut dengan Bank Tanpa Bunga, adalah lembaga keuangan/perbankan yang operasional dan produknya dikembangkan berlandasan pada al-Qur’an dan Hadits Nabi SAW.

V.           PENUUTUP
Demikian makalah yang dapat kami susun. Semoga dapat memberikan kemanfaatan bagi kita semua. Dan kami menyadari penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, kritik dan saran kami kami harapkan demi perbaikan makalah ini dan makalah selanjutnya.



DAFTAR PUSTAKA

1.        Al-Mushih, Abdullah dan Shalah Ash-Shawi, 2004, Fiqh Ekonomi Keuangan Islam, Jakarta, Darul Haq.
3.        Jabir Al-Jazaa’iri, Abu Bakr, 2002, Aisaru al- Tafasirli Kalami al-‘Ali al-Kabir, Damanhur, Daru Lina.
4.        Muhammad, 2005, Konstruksi Mudharabah dalam Bisnis Syariah, Yogakarta, BPFE.
5.        Pendidikan Nasional, Departemen, 2001, Kamus Besar Bahasa Indonesia, cetakan pertama edisi III, Jakarta, Balai Pustaka.
6.        Syafe’i, Rachmat, 2001, Fiqh Muamallah IAIN, STAIN, PTAIS, dan Umum, Bandung, Pustaka Setia.





















[1] Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, Cetakan Pertama Edisi III, 2001), hlm. 18.
[2] Abdurrahman Al-Juzairi, Al-Fiqh ‘Ala Al Madzahibu Al Arba’ah,Juz III, (Beirut : Al Maktabah Al ‘Asriyah,2004 M), hlm. 623.
[3] Abdullah Al-Mushih dan Shalah Ash-Shawi, Fiqh Ekonomi Keuangan Islam, (Jakarta : Darul Haq, 2004), hlm. 170.
[4] Abdullah Al-Mushih dan Shalah Ash-Shawi, Ibid., hlm. 173.
[5]Abdullah Al-Mushih dan Shalah Ash-Shawi, Ibid., hlm. 176.
[6] Abdullah Al-Mushih dan Shalah Ash-Shawi, Ibid., hlm. 194.
[7] Abdullah Al-Mushih dan Shalah Ash-Shawi, Ibid.,hlm. 189.
[8] http://www.ekonomisyariat.com Diakses pukul 10.23 WIB (Jumat, 02/05/2014)
[9] Muhammad,  Konstruksi Mudharabah dalam Bisnis Syariah, (Yogakarta : BPFE, 2005), hlm. 62.
[10] Hadits Thabrani dikutip oleh Anisy Kurlillah , Bank Syari’ah dari Teori ke Praktik, (Jakarta : Gema Insani Press, 2001), hlm. 96.
[11] Abu Bakr Jabir Al-Jazaa’iri, Aisaru al- Tafasirli Kalami al-‘Ali al-Kabir, (Damanhur: Daru Lina, 2002), hlm. 128.
[12] Rachmat Syafe’i, Fiqh Muamallah IAIN, STAIN, PTAIS, dan Umum, (Bandung : Pustaka Setia, 2001), hlm. 226.
[13] Diambil Pukul 13:12 WIB, (Sabtu,3 Mei 2014).
[14] Muhammad, Op.Cit., hlm. 24.
[15] Muhammad, Op.,Cit. hlm.13.
[16] Muhammad, Ibid., hlm. 92.
[17] Muhammad, Ibid., hlm. 108.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar