MODEL
APLIKASI AKAD MUDHARABAH DALAM
PRAKTEK
BISNIS SYARIAH
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Pengantar Ekonomi Syariah
Dosen Pengampu : Choirul Huda, M,Ag.

Oleh :
Dian Isti Fambudi
132311080
FAKULTAS
SYARIAH
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2014
I.
PENDAHULUAN
Mudharabah
merupakan pembahasan yang banyak dibahas dalam Kitab Fiqh Klasik. Wacana
mengenai Mudharabah menjadi semakin dikenal oleh masyarakat luas seiring
perkembangan dari perbankan syari’ah. Dalam lembaga perbankan syari’ah sendiri,
Mudharabah menjadi salah satu kunci dalam kajian yang akan lebih
komprehensif mengenai perbankan syari’ah. Mudharabah dalam artian lain
disebut dengan sistem bagi hasil sebagai solusi terbaru dari sistem bunga bank
(riba) dalam perbankan konvensional.
Akad
Mudharabah dalam bisnis (perbankan syari’ah) memiliki nilai yang luhur
yang memiliki wujud keadilan dalam suatu usaha ekonomi. Oleh karena itu penulis
makalah ini akan membahas secara lebih terperinci mengenai seperti apa akad Mudharabah,
bagaimana rukunnya, seperti apakah prakteknya dalam kehidupan masyarakat dsb.
II.
RUMUSAN
MASALAH
1. Apa
pengertian Akad Mudharabah ?
2. Apa
Rukun dan Syarat sahnya Akad Mudharabah ?
3. Bagaimana
Kesepakatan Akad Mudharabah dalam Bisnis Syariah?
4. Bagaimana
menjaga Sistem Akad Mudharabah dari Kecurangan dan Syubhat ?
5. Apa
Landasan Akad Mudharabah ?
6. Bagaimana Aplikasi Akad Mudharabah dalam
Kehidupan Masyarakat ?
7. Bagaiman
Akad Mudharabah dalam Bisnis Bank Syari’ah ?
III.
PEMBAHASAN
A. Pengertian Akad Mudharabah
Akad dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia adalah janji, perjanjian, atau kontrak.[1]
Akad secara bahasa adalah ikat mengikat. Dikatakan ikatan (al rabth).
Menurut kesepakatan Ahli Hukum Islam (Jumhur Ulama ) mendefinisikan akad
adalah suatu perikatan antara Ijab dan Qobul. Bentuk dalam akad
sendiri ada akad yang bernama Mudharabah.
Mudharabah
dari segi etimologi (bahasa) Mudharabah adalah suatu perumpamaan
(ibarat) seseorang yang memberikan (menyerahkan) harta benda (modal) kepada
orang lain agar di gunakan perdagangan yang menghasilkan keuntungan bersama
dengan syarat-syarat tertentu dan jika rugi, maka kerugian di tanggung pemilik
modal [2]
atau akad antara kedua belah pihak untuk salah seorangnya (salah satu pihak)
mengeluarkan sejumlah uang kepada pihak lainnya untuk diperdagangkan. Dan
labanya dibagi dua sesuai dengan kesepakatan.
·
Pengertian Akad Mudharabah
menurut:
1. Madzhab
Hanafi
Suatu perjanjian untuk bersero di
dalam keuntungan dengan capital (modal) dari salah satu pihak dan skill
(keahlian) dari pihak yang lain.
2. Madzhab
Maliki
Penyerahan uang di muka oleh
pemilik modal dalam jumlah yang ditentukan kepada seseorang yang akan menjalani
usaha dengan uang tersebut dengan imbalan dari sebagian keuntungannya.
3. Madzhab
Syafi’i
Pemilik modal menyerahkan sejumlah
uang kepada pengusaha untuk di jalankan dalam suatu usaha dagang dengan
keuntungan menjadi milik bersama.
4. Madzab
Hambali
Penyerahan suatu barang atau
sejenisnya dalam jumlah yang jelas dan tertentu kepasa orang yang mengusahakannya
dengan mendapatkan sebagian tertentu dari keuntungannya.
B. Rukun dan Syarat sahnya Akad Mudharabah
·
Rukun Mudharabah
Al Mudharabah
seperti usaha pengelolaan usaha lainnya yang memiliki tiga rukun:
1. Dua
Pihak yang melakukan Akad
Kedua
pihak ini adalah investor dan pengelola modal. Keduanya disyaratkan memiliki
kompetensi beraktivitas. Yaitu orang yang tidak dalam keadaan bangkrut terlilit
utang. Orang yang gila, orang yang bangkrut terlilit utang, orang idiot,
semuanya tidak boleh melakukan transaksi ini. Tidak ada larangan melakukan akad
atau kerja sama dengan orang yang non muslim. Dengan syarat orang non muslim
tersebut dapat dipercaya dan keduanya menghindari yang namanya riba.[3]
2. Objek
Akad
Objek
akad dalam kerja sama bagi hasil ini tidak lain adalah modal, jenis usaha, dan
keuntungan.
a. Modal
Dalam modal harus disyaratkan harus
merupakan alat tukar misalnya, uang, emas, perak. Penanaman modal dalam hal ini
tidak boleh dilakukan menggunakan barang, kecuali bila disepakati untuk
menetapkan nilai harganya dengan uang. Sehingga itulah yang menjadi modal yang
digunakan untuk memulai usaha.
b. Jenis
Usaha
Asal dari usaha dalam bisnis bagi
hasil (penanaman modal) adalah di bidang perniagaan atau bidang terait lainnya.
Jenis usaha dalam islam tidak boleh menjual barang-barang haram berdasarkan
kesepakatan ulama, seperti jual beli bangkai, darah, daging babi, dan minuman
keras.[4]
c. Hukum-hukum
Laba (Keuntungan)
Keuntungan dalam sistem penanaman
modal (bagi hasil) adalah hendaknya diketahui secara jelas. Hendaknya dalam
transaksi ditegaskan prosentase tertentu bagi investor dan pengelola modal. [5]
Beberapa kode etik sehubungan dengan keuntungan.
§ Berdasarkan
kesepakatan kedua belah pihak;
§ Keuntungan
usaha juga sebagai cadangan modal usaha;
§ Pengelola
hanya dapat mengambil keuntungan melalui pembagian;
§ Boleh
dilakukan pembagian keuntungan awal, namun nantinya dihitung pada perhitungan
akhir.[6]
3. Pelafalan
perjanjian (ijab dan qobul) atau offer and acceptence.
Shighat akad (transaksi), yaitu adanya ijab dan
qobul. Pelafalan ini dapat dilakukan dengan segala cara yang dapat
mengindikasikan ke arah terlaksananya perjanjian, baik berupa ucapan tindakan. [7]
·
Syarat sahnya
Akad Mudharabah
Syarat sah akad mudharabah
memiliki kaitan dengan aqini atau dua orang yang akan berakad yaitu
mendapatkan modal dan laba.[8]
1.
Syarat Aqidani
Di syaratkan bagi orang yang akan
melakukan akad, yaitu pemilik modal dan pengusaha adalah ahli yang mewakilkan
atau menjadi wakil. Karena mudrib mengusahakan harta pemilik modal yaitu
menjadi wakil.
2.
Syarat Modal
Modal harus berupa uang, modal
harus diketahui dengan jelas dan memiliki ukuran, modal harus ada. Modal harus
diberikan kepada pengusaha.
3.
Syarat-syarat
Laba
Laba harus memiliki ukuran dan laba
harus berupa bagian yang umum.
C. Kesepakatan Kontrak Mudharabah dalam Bisnis Bank
Syariah
Sebagi sebuah
kerja sama yang mempertemukan dua belah pihak yang berbeda dengan tujuan yang
sama. Kerja sama ini memerlukan beberapa kesepakatan berupa ketentuan yang
meliputi aturan yang telah dirumuskan dan di spakati oleh kedua belah pihak
yang menjadi patokan hukum untuk berjalannya kegiatan mudharabah tersebut.
Hal yang disepakati antara lain:[9]
1. Manajeman;
2. Tenggang
Waktu (Duration);
3. Jaminan
(Dhiman).
D. Menjaga Sistem Mudharabah dari Kecurangan dan
Syubhat
Sistem mudharabah
harus dijaga dari kecurangan dan syubhat. Caranya dengan :
1. Menjelaskan
segala hal yang bila dijelaskan memang bisa mempengaruhi minat dan keinginan
pihak pembeli. Contohnya seperti cacat yang terjadi selama berada ditangan
penjual, atau kelebihan barang karena barang tersebut milik pribadi penjual,
atau barang tersebut dapat dibayar secara tertunda, karena itu juga
mempengaruhi harga dari suatu barang, atau barang tersebut sudah lama
dipasaran, bila terdapat cacat dapat di tolerir.
2. Kalau
terbukti adanya kecurangan dalam jual-beli dengan harga misalnya dalam label
dalam kualitas barang yang dijual, pembeli memiliki hak pilih antara meneruskan
transaksi atau membatalkannya.
3. Adapun
berkaitan dengan harga yang ditinggikan, pembeli harus diberi tahu dan
kelebihan harganya harus segera dikurangi.
E. Landasan Akad Mudharabah
Secara umum
landasan dari Akad Mudharabah adalah lebih menganjurkan untuk melakukan
sebuah usaha. Hal ini nampak dari ayat-ayat sebagai berikut:
a. Al-Hadits
Rasulullah
SAW bersabda:
روى
ابن عباس رضي الله عنهما أنه قال : كان سيدنا العباس بن عبدالمطلب اذا دفع
المال مضار بة اشتر ط على صا حبه أن لا يسلك به بحرا ولا ينز ل به و اد يا و
لا يشتر ى به دابة ذ ات كبد رطبة فاءن فعل ذ الك ضمن فبلغ شرطه رسو
ل الله صلى عليه و سلم فأ جازه . (رواه الطبر اني(
Artinya :
“ Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Sayyidina
Abbas bin Abdul Muthallib, jika memberikan dana ke mitra usahanya secara mudharabah,
maka ia mensyaratkan agar dananya tidak di bawah mengarungi lautan, menuruni
lembah yang berbahaya atau membeli ternak. Jika menyalahi peraturan tersebut,
maka yang bersangkutan bertanggung jawab atas dana tersebut. Disampaikanlah
syarat-syarat tersebut kepada Rasulullah SAW dan Rasulullah pun
membolehkannya”. (H.R. Thabrani).[10]
b.
Al-Qur’an
للفقراء
الذين أحصروا في سبيل الله لا يستطيعون ضربا في الأرض
(البقرة : 273 )
Artinya :
“(Berinfaklah) kepada orang-orang fakir yang
terikat (oleh jihad) di jalan Allah; mereka tidak dapat (berusaha) di muka bumi”
(Q.S. Al-Baqarah : 273).
Menurut Ibnu
Katsir, maksud ayat di atas adalah berjalan untuk berdagang dalam mencari
penghidupan. Selain itu, Abu Bakr Jabir Al-Jazaa’iri juga berpendapat bahwa
berjalan di bumi untuk mencari rezki dengan berdagang dan lainnya, berjalan di
bumi untuk mengepung (memblokade) musuh orang-orang fakir yang terikat
(oleh jihad) di jalan Allah.[11]
c.
Qiyas
Mudharabah diqiyaskan kepada al-musaqah (menyuruh
seseorang untuk mengelola kebun). Selain di antara manusia, ada yang miskin dan
ada yang kaya. Di satu sisi, banyak orang kaya yang tidak dapat mengusahakan
hartanya. Di sisi lain, tidak sedikit orang miskin yang mau bekerja, tetapi
tidak memiliki modal. Dengan demikian, adanya mudharabah ditujukan
antara lain untuk memenuhi kebutuhan keduanya golongan diatas, yakni untuk
kemaslahatan manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan mereka.[12]
F.
Aplikasi
Akad Mudharabah dalam Bisnis Syariah di Masyarakat
Dalam contoh aplikasi akad mudharabah saya mengambil contoh Toko
Hafidz.
Gambar
pertama:[13]

Gambar
kedua:

Bisnis Toko Hafidz ini pertama kali dirintis atau dibuat tahun 2008, toko
ini dinamakan Hafidz karena mengambil dari nama anak pertamanya. Toko ini
terletak di daerah Kendal, Cepiring, Desa Rejosari Rt/Rw 05/ 02 Dalam bisnis
permulaan bisnis toko ini masih sangat kecil, saya mengkatagorikan Toko Hafidz
ini menggunakan Akad Mudharabah walaupun si pemilik tidak mengetahui apa
yang dinamakan akad mudharabah yaitu penyerahan sejumlah uang atau modal
tertentu dari seseorang (shahibu
al-maal) kepada orang lain (mudharib) agar uang tersebut dapat
dikelola dan jika ada keuntungan akan dibagi sesuai dengan yang telah disepakati
sebelumnya, yang dikenal hanya istilah bagi hasil.
Toko Hafidz ini menggunakan konsep dasar dalam akad mudharabah yaitu
hanya mengikat perorang, yaitu orang pertama sebagai pemilik modal menyerahkan
hartanya kepada (pengusaha) dengan bagi hasil yang telah disepakati jika
terjadi kerugian harus ditanggung bersama dengan pembagian, kerugian modal
ditanggung oleh pihak pemberi modal dan kerugian tenaga dan waktu ditanggung
oleh pengelola. Dalam bisnisnya Toko Hafidz transaksi dilaksanakan dalam satu
majelis atau satu tempat dimana penjual dan pembeli bertemu langsung dengan pihak
penjual.
Dalam prakteknya jual-beli yang dilakukan di Toko Hafidz ini pengambilan
keuntungannya melalui Al-Musawwamah, jual-beli biasa dimana penjual
memasang harga tanpa memberitahu si pembeli tentang berapa margin yang
diambilnya. Di Toko Hafidz ini antara pemberi modal dan yang mengelola masih
memiliki hubungan keluarga dan sangat mengutamakan kejujuran antar dua pihak
yang bersangkutan dan menggutamakan sikap saling percaya.
Toko ini tidak menggunakan unsur riba karena memiliki alasan tersendiri
salah satunya adalah pemilik beragama Islam dan menjunjung tinggi nilai Islam
yang dipraktekan dalam kehidupannya termasuk yang berkaitan dengan bisnis jual
belinya yang tidak praktekan riba.
Toko Hafidz ini melakukan prinsip al-wadiah[14] yang
artiya prinsip simpanan, yaitu perjanjian antara pemilik barang (termasuk
uang), dimana pihak penyimpan bersedia menyimpan dan menjaga keselamatan barang
yang dititipkan kepadanya. Nisbah keuntungan atau proporsi pembagian
keunntungan dari hasil aktivitas mudharabah Toko ini adalah 40 % : 60%.
F.
Akad Mudharabah
dalam Bisnis Bank Syari’ah
Setelah saya
melakukan pengamatan mengenai perbankan Syari’ah
Gambar:

·
Bank Syari’ah
Bank yang beroperasi dengan tidak mengandalkan operasionalisnya pada bunga.
Bank Islam atau biasa disebut dengan Bank Tanpa Bunga, adalah lembaga
keuangan/perbankan yang operasional dan produknya dikembangkan berlandasan pada
al-Qur’an dan Hadits Nabi SAW. [15]
dengan kata lain, Bank Syari’ah atau Bank Islam adalah lembaga keuangan yang
usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa yang dalam operasionalnya
menggunakan prinsip syariat Islam.
Aksensi mudharabah dalam
Bank Islam sebagai sebuah sistem adalah bahwa mudharabah menjadi pedoman
umum bagi bank dalam melakukan berbagai transaksi produk perbankan. Dengan
sistem ini bank akan membagi keuntungan dengan para pengguna jasanya dan para
investornya. Pada posisi ini mudharabah secara tepat dipahami sebagai
pengganti dari sistem bunga. Dalam sistem ini mudharabah dibagikan
menjadi dua yaitu mudharabah yang bersifat tabungan dan mudharabah yang
bersifat pembiayaan.
Mekanisme sebagai sebuah
tabungan adalah bank menerima simpanan uang (modal) dari nasabah dengan
prosedur tertentu untuk dijadikan modal bagi bank dalam melaksanakan usahanya.
Dalam konteks ini penabung menjadi shahib al-maal (investor) sedangkan
bank menjadi mudharib (enterpreneur).
Keuntungan yang diperoleh bank dibagi bersama berdasarkan kesepakatan bagi
hasil yang telah ditentukan sebelumnya. Aplikasi mudharabah dalam
perbankan syari’ah diwujudkan dalam bentuk:[16]
1.
Tabungan Berjangka.
Tabungan mudharabah
ini disebut juga dengan deposito biasa. Tabungan ini dimaksudkan untuk
tujuan-tujuan khusus, seperti tabungan haji, tabungan qurban dan lain
sebagainya.
2.
Tabungan Khusus.
Tabngan ini
secara khusus akan disalurkan untuk bisnis atau proyek tertentu, misalnya murabahah
atau ijaroh.
Di dalam
teori perbankan syariah juga memiliki kendala dalam melaksanakan sistem mudharabah
hal ini terjadi karena beberapa alasan, di antaranya:
ü Standar
Moral[17]
Terdapat
anggapan bahwa standar moral yang berkembangan di kebanyakan komunitas muslim
tidak memberi kebebasan penguna bagi hasil sebagai mekanisme investasi. Hal ini
berdasarkan argumentasi yang mendorong bank untuk melakukan pemantauan yang
lebih.oleh karena itu bank-bank syariah memberikan pembiayaan bagi hasil
setelah malakukan pemantauan terhadap usaha yang dijalankan.
Dalam prakteknya Bank Syari’ah di Indonesia yaitu Didalam Kebijakan
Pemerintah Indonesia tentang perbankan Islam khususnya kebijakan yang di
keluarkan Pemerintah pada periode 1998-1999 berdampak terjadinya perkembangan
Lembaga Perbankan Islam yang cukup menggembirakan di Indonesia.
Walaupun di sadari bahwa perkembangan tersebut tidak
semarak dengan apa yang terjadi di negara-negara lain seperti Malaysia. Hal
tersebut di sebabkan :
1.
Rendahnya pengetahuan dan kesalahpahaman masyarakat mengenai Bank Islam;
2.
Terbatasnya jaringan kantor perbankan Islam;
3.
Kurangnya sumber daya manusia yang memiliki keahlian bidang perbankan
Islam.
IV.
KESIMPULAN
1.
Pengertian
Akad Mudharabah
Mudharabah
dari segi etimologi (bahasa) Mudharabah adalah suatu perumpamaan
(ibarat) seseorang yang memberikan (menyerahkan) harta benda (modal) kepada
orang lain agar di gunakan perdagangan yang menghasilkan keuntungan bersama
dengan syarat-syarat tertentu dan jika rugi, maka kerugian di tanggung pemilik
modal [18]
atau akad antara kedua belah pihak untuk salah seorangnya (salah satu pihak)
mengeluarkan sejumlah uang kepada pihak lainnya untuk diperdagangkan.
2.
Rukun
dan Syarat sahnya Akad Mudharabah
Ø Rukun
mudharabah:
· Dua
Pihak yang melakukan Akad;
· Objek
Akad (modal, jenis usaha, keuntungan);
· Pelafalan
perjanjian.
Ø Syarat
sahnya Akad Mudharabah
· Syarat
Aqidani;
·
Syarat Modal;
·
Syarat Laba.
3.
Kesepakatan
Kontrak Mudharabah dalam Bisnis Syariah
a.
Manajeman;
b.
Tenggang Waktu
(Duration);
c.
Jaminan
(Dhiman).
4.
Menjaga
Sistem Mudharabah dari Kecurangan dan Syubhat
a. Menjelaskan
segala hal yang bila dijelaskan memang bisa mempengaruhi minat dan keinginan
pihak pembeli;
b. Kalau
terbukti adanya kecurangan dalam jual-beli dengan harga;
c. Adapun
berkaitan dengan harga yang ditinggikan, pembeli harus diberi tahu dan
kelebihan harganya harus segera dikurangi.
5.
Landasan
Akad Mudharabah
a. Al-Qur’an;
b. Al-Hadits;
c. Qiyas.
6.
Aplikasi
Akad Mudharabah dalam Bisnis Syariah di Masyarakat
Toko Hafidz
yang dalam prakteknya menggunakan Akad Mudharabah
7.
Akad Mudharabah
dalam Bisnis Bank Syari’ah
·
Bank Syari’ah
Bank yang
beroperasi dengan tidak mengandalkan operasionalisnya pada bunga. Bank Islam
atau biasa disebut dengan Bank Tanpa Bunga, adalah lembaga keuangan/perbankan
yang operasional dan produknya dikembangkan berlandasan pada al-Qur’an dan
Hadits Nabi SAW.
V.
PENUUTUP
Demikian makalah yang dapat kami
susun. Semoga dapat memberikan kemanfaatan bagi kita semua. Dan kami menyadari
penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan.
Untuk itu, kritik dan saran kami kami harapkan demi perbaikan makalah ini dan
makalah selanjutnya.
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Al-Mushih, Abdullah
dan Shalah Ash-Shawi, 2004, Fiqh Ekonomi Keuangan Islam, Jakarta, Darul
Haq.
3.
Jabir
Al-Jazaa’iri, Abu Bakr, 2002, Aisaru al- Tafasirli Kalami al-‘Ali al-Kabir,
Damanhur, Daru Lina.
4.
Muhammad, 2005, Konstruksi
Mudharabah dalam Bisnis Syariah, Yogakarta, BPFE.
5.
Pendidikan Nasional, Departemen, 2001, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
cetakan pertama edisi III, Jakarta, Balai Pustaka.
6.
Syafe’i, Rachmat,
2001, Fiqh Muamallah IAIN, STAIN, PTAIS, dan Umum, Bandung, Pustaka
Setia.
[1]
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, Cetakan Pertama Edisi III, 2001), hlm.
18.
[2]
Abdurrahman Al-Juzairi, Al-Fiqh ‘Ala Al Madzahibu
Al Arba’ah,Juz III, (Beirut : Al Maktabah Al ‘Asriyah,2004
M), hlm. 623.
[3] Abdullah Al-Mushih dan Shalah
Ash-Shawi, Fiqh Ekonomi Keuangan Islam, (Jakarta : Darul Haq, 2004), hlm.
170.
[4] Abdullah Al-Mushih dan Shalah Ash-Shawi,
Ibid., hlm. 173.
[5]Abdullah Al-Mushih dan Shalah
Ash-Shawi, Ibid., hlm. 176.
[6] Abdullah Al-Mushih dan Shalah
Ash-Shawi, Ibid., hlm. 194.
[7] Abdullah Al-Mushih dan Shalah
Ash-Shawi, Ibid.,hlm. 189.
[8] http://www.ekonomisyariat.com Diakses
pukul 10.23 WIB (Jumat, 02/05/2014)
[9] Muhammad, Konstruksi Mudharabah dalam Bisnis Syariah,
(Yogakarta : BPFE, 2005), hlm. 62.
[10]
Hadits Thabrani dikutip oleh
Anisy Kurlillah , Bank Syari’ah
dari Teori ke Praktik, (Jakarta : Gema Insani Press, 2001), hlm. 96.
[11] Abu Bakr Jabir Al-Jazaa’iri,
Aisaru al- Tafasirli Kalami al-‘Ali al-Kabir, (Damanhur: Daru Lina, 2002),
hlm. 128.
[12] Rachmat Syafe’i, Fiqh
Muamallah IAIN, STAIN, PTAIS, dan Umum, (Bandung : Pustaka Setia, 2001),
hlm. 226.
[13] Diambil Pukul 13:12 WIB, (Sabtu,3
Mei 2014).
[14] Muhammad, Op.Cit., hlm.
24.
[15] Muhammad, Op.,Cit. hlm.13.
[16] Muhammad, Ibid., hlm. 92.
[17]
Muhammad, Ibid., hlm.
108.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar