BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Thabaqat
Dalam Bahasa
Thabaqat diartikan yaitu kaum yang serupa atau sebaya.1
Sedangkan menurut Istilah Thabaqat yaitu kaum yang berdekatan atau yang
sebaya dalam usia dan dalam isnad atau dalam isnad saja.
Dalam
pengertian lain Thabaqoh secara bahasa berarti hal-hal,
martabat-martabat, atau derajat-derajat. Seperti halnya tarikh, thabaqat juga
adalah bagian dari disiplin Ilmu hadits yang berkenaan dengan keadaan perawi
hadits. Namun keadaan yang dimaksud dalam Ilmu thabaqat adalah keadaan
yang berupa persamaan para perawi dalam sebuah urusan. Adapun urusan yang
dimaksud, antara lain :
a.
Bersamaan
hidup dalam satu masa.
b.
Bersamaan
tentang umur.
c.
Bersamaan
tentang menerima hadits dari syaikh-syaikhnya.
d.
Bersamaan
tentang bertemu dengan syaikh-syaikhnya.2
Menurut
kamus bahasa, arti thabaqat adalah sekelompok orang yang hidup semasa
atau dalam zaman yang berbeda namun mempunyai kapasitas-kualitas yang sama
secara keIlmuan, keahlian, atau profesinya.
Menurut
istilah Ilmu hadis, thabaqat ialah kelompok orang yang semasa,
sepantaran usianya, sama dalam periwayatan hadis atau dalam menerima hadis dari
guru-gurunya.
Thabaqat adalah
kelompok beberapa orang yang hidup dalam satu generasi atau masa dan dalam
periwayatan atau isnad yang sama atau sama dalam periwayatannya saja.
Maksud berdekatan dalam isnad adalah satu perguruan atau satu guru atau
diartikan berdekatan dalam berguru. Jadi para gurunya sebagian periwayat juga
para gurunya sebagai perawi lain. Misalnya Thabaqat Sahabat, Thabaqat
tabi’in, Thabaqat tabi’it tabi’in dan seterusnya. Kemudian Thabaqat
masing-masing ini dibagi-bagi lagi menjadi beberapa Thabaqat lagi
nanti akan dijelaskan pada pembahasannya.4
Dalam
definisi yang lain terkait dengan thabaqoh yaitu Suatu Ilmu pengetahuan
yang dalam pokok pembahsannya diarahkan kepada kelompok orang-orang yang
berserikat dalam satu pengikat yang sama.
Misalnya
ditinajau dari alat pengikatnya, yaitu perjumpaanya dengan nabi(shuhbab), para Sahabat
itu termasuk dalam thabaqat pertama, para thabaqat tabi’i termasuk thabaqat
kedua, para tabi’it-tabi’in termasuk dalam thabaqat ketiga, dan
seterusnya.
B.
Faidah
mempelajari Thabaqat
Imam As Sakhawi mengatakan, “ Faidah Ilmu thabaqat
ini adalah keamanan dari hadits yang mursal atau munqathi’ dan
membedakannya dari yang musnad, selain untuk mengetahui
ke-muttashil-an atau ke-mursal-an suatu hadits. Sebab suatu hadits tidak dapat
ditentukan sebagai hadits muttashil atau mursal, kalau tidak diketahui apakah tabi’in
yang meriwayatkan hadits dari shahaby itu hidup segenerasi atau tidak. Kalau
seorang tabi’in itu tidak pernah segenerasi dengan shahaby, sudah barang tentu
hadits yang diriwayatkannya tidak muttashil, atau apa yang didakwakan sebagai
sabda atau perbuatan Nabi itu adalah mursal.5
C. Thabaqat Sahabat dan Tabi’in
1. Thobaqat Sahabat
Menurut
para ulama, yang disebut “Sahabat” adalah orang yang bertemu dengan Nabi s.a.w
dalam keadaan beriman dan meninggal dunia sebagai pemeluk agama Islam.
Pertemuan dengan Nabi s.a.w meskipun hanya sejenak, merupakan suatu keharusan.
Raja Najasyi misalnya, tidak dianggap sebagai Sahabat, sebab kendati ia beriman
kepada Rasulullah s.a.w tetapi tidak bertemu dengan beliau. Seorang anak, asal
berakal dan cerdik, serta memenuhi kriteria itu, bisa saja dimasukkan dalam
katagori Sahabat.
Para ulama membuat beberapa ketentuan,
dan apabila salah satu daripadanya terpenuhi,sudah dapat bagi seseorang disebut
Sahabat Nabi s.a.w yaitu :
Ø Pertama :
Sudah diketahui secara luas keSahabatannya, seperti tentang sepuluh orang yang
mendapat kabar gembira akan masuk surga. Mereka adalah Khulufa’ ar-Rasyidin
(Abu bakar, Umar, Utsman, dan Ali).
Ø Kedua :
Dikenal meskipun tidak begitu luas keSahabatannya.
Ø Ketiga :
Pengukuhan seorang yang terkenal.
Ø Keempat :
Pengakuan seorang yang terkenal adil dan terpercaya dan melingkupi batas waktu
yang mungkin.6
Yang
menggembirakan sekalipun para ulama tidak menentukan keSahabatannya adalah
bahwa seluruh kaum Aus dan Kharaj telah memeluk Islam pada masa Nabi s.a.w.
Kalau saja di antara mereka sempat bertemu dengan Rasulullah, mereka adalah Sahabat
Nabi s.a.w. Setiap orang yang berada di Madinah mengikuti wa’da dan memeluk
Agama Islam bersama Rosulullah s.a.w semua itu adalah Sahabat.
Ibnu-Shalah, Ibnu Abdil-Barr dan An-Nawani mengemukakan
kesepakatan ulama tentang keadilan semua Sahabat. Dalam al-Qur’an dan Hadis
terdapat isyarat mengenai keutamaan dan keadilan para Sahabat. Allah Ta’ala
berfirman Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia. (Ali
Imran, 110). Dan demikian pula kami telah menjadikan kalian sebagai umat
yang adil dan pilihan, agar kalian menjadi saksi atas (perbuatan) manusia.
(Al-Baqarah,143).
Sedangkan Nabi Muhammad bersabda : “Berimanlah orang
yang melihatku dan beriman kepadaku.” Lalu “Sebaik-baiknya kurun adalah
kurunku.” Serta “Takutlah kepada Allah, takutlah kepada Allah dalam menghadapi Sahabat-Sahabatku
! Janganlah kalian jadikan mereka sebagai sasaranku sesudahku. Barang siapa
mencintai mereka, maka sebab mencintaiku ia mencintai mereka, maka sebab mereka
membenciku ia membenci mereka. Barang siapa menyakiti hati mereka, maka mereka
menyakiti hatiku. Dan barang siapa menyakiti hatiku, berarti mereka menyakiti
Allah. Barangsiapa menyakiti Allah, maka kemungkinan besar Allah akan
menyiksanya.”
Secara mutlak, yang mula-mula beriman kepada Islam
adalah isteri Nabi s.a.w sendiri, yaitu Khadijah binti Khuwailid. Sedangkan
dari kalangan tua adalah Waraqah bin Naufal saudara sepupu Khadidjah. Dari
golongan kaum pria yang merdeka ialah Abu Bakar ash-Shiddiq. Dari kalangan
sahaya yang dimerdekakan adalah Zaid bin Haritsah. Kelompok anak-anak adalah
Ali. Dari golongan budak adalah Bilal. Dan dari Persia adalah Salman.
Diantara Sahabat yang dianggap banyak meriwayatkan
Hadis mereka yang meriwayatkan lebih dari seribu buah ada tujuh orang.14
Secara ringkas, penjelasan biografi secara khusus, diikuti riwayat Sahabat yang
paling sedikit riwayatannya.
Dalam Thabaqat-nya, Ibnu Sa’ad hanya
mengelompokkan Sahabat lima Thabaqat. Setelah diperinci, jumlahnya
meningkat menjadi 12 Thabaqat menurut urutan lebih dahulu memeluk Islam,
hijrah, dan mengikuti peperangan.15
1. Mereka
yang lebih dulu masuk Islam, yaitu orang-orang yang beriman di Mekkah.
2. Anggota
Dar an-Nadwah yaitu memeluk Islam setelah Umar masuk Islam.
3. Mereka
yang hijrah ke Habasyah, pada tahun 5 kenabian. Mereka terdiri dari 11
laki-laki dan 4 wanita yang dipimpin oleh Utsman bin Affan diantaranya Khatib
bin ‘Amr bin ‘Abi’s-Syam, Suhail bin Baidla’ dan Abu Khudzaifah bin ‘Atabah.
4. Pengikut
perjanjian ‘Aqabah pertama. Mereka adalah 12 Sahabat Anshar. Diantaranya adalah
Jabir bin as-Shamit.
5. Pengikut
perjanjian ‘Aqabah yang kedua memeluk Islam sesudah tahun ‘Aqabah pertama.
Mereka terdiri dari 70 Sahabat Anshar disertai dua orang wanita. Diantara
mereka termasuk Al-Barra’ bin Ma’rur.
6. ParaSahabat Mujahirin yang sampai ke Madinah, ketika Nabi s.a.w. masih berada diQuba, menjelang memasuki madinah.
7. Para
Sahabat yang Hijarah di antara peristiwa perang Badar .
8. Mereka
yang mengikuti perang badar, mereka sebanyak 313 orang, antara lain Sa’ad bin
Mu’adz al-Miqdad bin al-Aswad.
9.
Mereka yang menghadiri Bai’at Ar Ridlwan di Hudaibiyyah, seperti Salamah bin
Akwa’, Sinan bin Abi Sinan dan Abdullah bin ‘Amr.
10. Mereka yang
hijrah setelah perdamaian Hudaibiyyah dan sebelum Fathu Makkah, seperti Khalid
bin Walid dan ‘Amr bin ‘Ash.
11. Mereka yang masuk Islam setelah /
saat Fathu Makkah, mereka terdiri dari 1000 orang antara lain Abu Sufyan dan
Hakim bin Hizam.
12. Kalangan anak-anak yang melihat Nabi
setelah Fathu Makkah dan Haji Wada’ seperti Hasan dan Husain putra ‘Ali r.a,
Sa’d bin Yazid, ‘Abdullah bin Tsa’labah, ‘Abdullah bin Zubair.
2.
Thabaqat
Tabi’in
Tabi'in adalah orang yang bertemu dengan satu orang Sahabat atau lebih.
Sebagian mengatakan untuk mendapatkan status tabi’in, tidak cukup hanya dengan
bertemu saja, berbeda dengan status Sahabat yang sudah cukup hanya dengan
bertemu saja karena keutamaan bertemu dengan Nabi SAW., berkumpul bersama
beliau atau melihat beliau. Semua itu memiliki pengaruh yang besar dalam
memperbaiki hati dan membersihkan jiwa, yang belum tentu ada jika seseorang
bertemu dengan Sahabat dengan tanpa mengikuti dan lama belajar dengannya.
Mahmud ath-Thahan dalam kitab Taisir Musthalahul Hadits menjelaskan
tentang definisi Tabi'in, menurutnya Tabi'in adalah jamak dari kata tabi’in
atau tabi' yang berarti mengikuti atau berjalan dibelakang yang
mereka pakai. Jumlah
tabi'in tidak terhitung karena setiap orang muslim yang bertemu dengan seorang Sahabat
disebut tabi'in padahal Sahabat yang ditinggalkan oleh rasulullah lebih dari
seratus ribu orang.
Menurut Al-Hakim masa Thabaqat tabi’in berakhir
setelah orang yang bertemu Sahabat terakhir meninggal dunia. Jadi, tabi’in
terakhir ialah orang yang bertemu dengan Abu Thufail di Mekah dll.Khalaf bin Khalifah yang wafat pada
tahun 181 H dianggap sebagai tabi’in yang terakhir yang meninggal dunia. Karena
di Mekah ia bertemu dengan seorang Sahabat yang palling akhir wafat, yaitu Abu
Thufail Amir bin Watsilah. Dengan ini dapat dikatakan bahwa pariode tabi’in
berakhir 181 H.
- Macam Kitab Thabaqat
Kitab Ilmu Thabaqat Ar Ruwah yang di tulis oleh para Ulama'
sekitar dua puluhan lebih sedikit, diantara kitab yang termasyhur adalah :
1.
At-Thabaqat Al Kubra. Karya
Muhammad bin Sa'ad bin Mani' Al Hafidh Katib Al Waqidy ( 168-230 H). Kitab ini
yang terpercaya dan terpenting bagi sumber sejarah Islamiyah mengenai Rijalul-Hadits.
Di cetak di Leiden tahun 1322 H, terdiri dari 13 jilid.
2.
Thabaqat Ar Ruwah . Karya
Al-Hafidh Abu 'Amr Khalilfah bin Khayath Asy-Syaibani (240 H), salah seorah
guru Bukhari, terdiri dari 8 jilid.
3.
Thabaqat At Tabi'in, Karya Imam
Muslim bin Hajjaj Al Qusyairy (204 – 261 H).
4.
Thabaqat Al Muhadditsin wa Ruwah . Karya
Nu'aim Ahmad bin Abdullah bin Ahmad Al Ashbihany (336-430 H).
5.
Thabaqat Al Hufazh. Oleh
Syamsuddin Adz Dzahaby (673-748 H).
Kesimpulan
Disebutkan di muka bahwa Oleh
karenanya penelitian terhadap orisinalitas hadits memang sangat diperlukan agar
validitasnya sebagai hadits Nabi dapat di pertanggung jawabkan. Dan kemudian
lahirlah kajian Ilmu yang berkait dengan sanad, yakni Ilmu Rijal al Hadits
dan Ilmu ‘Ilalil Hadits.
Ilmu rijalil Hadits memiliki
dua anak cabang, yakni Ilmu Tarikh ar-Ruwah atau Ilmu Tarikh Ar-Rijal
dan Ilmu Al Jarh Wa At Ta’dil. Dari dua pokok Ilmu Rijal Al Hadits yang
utama itu terpecahlah menjadi beberapa Ilmu yang semuanya mencabang kepadanya
dengan mempunyai ciri pembahasan yang lebih mengarah kepada hal-hal tertentu. Ilmu
cabang itu antara lain: Ilmu Thabaqat Ar Ruwah , Ilmu Thabaqat Ar
Ruwah Ilmu Al-Muttafiq wa Al Muftariq Ilmu Al Mubhamat.
Ilmu Thabaqat
merupakan bagian dari Ilmu rijal al hadits, dalam Ilmu Thabaqat
obyek yang dijadikan pembahasannya ialah rawi-rawi yang menjadi sanad suatu
hadits. Kalau dalam Ilmu rijal al hadits para rawi dibicarakan secara
umum tentang hal ihwal, biografi, cara-cara menerima dan memberikan Al
Hadits dan lain sebagainya, maka dalam Ilmu Thabaqat, menggolongkan
para rawi tersebut dalam satu atau beberapa golongan, sesuai dengan alat
pengikatnya.
Daftar
Pustaka
Abdul Wahab Abdul Latif, Al-Mukhtashar fi
Rijalil-Atsar, cer. III, Kairo.
1381
H. 1952 M.
Mahmud ath-Thahan, Taisir musthalahul Hadits, (Baerut; Dar
al-Qur'an al-Karim,1979).
Ibn Abi Ya’la,Thabaqat al-Hanabilah, Math. Al-I’tidal, Damaskus,
1350 H
Ibn Sa’ad, Ath-Thabaqat al-Kabir, Leiden, 1925.